Senin, 21 Juli 2014 01:26 WIB
SUBANG,(GM).-
Sejumlah
petani di tiga kecamatan, masing-masing Compreng, Pusakanagara, dan
Binong Kab. Subang mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk. Akibat tidak
ada pupuk, para petani terpaksa menunda pemupukan. Padahal usia tanaman
padi milik mereka sangat membutuhkan pemupukan segera.
Berdasarkan informasi, kesulitan yang dialami petani terjadi sejak seminggu terakhir. Misalnya pupuk urea yang biasanya banyak, kini sulit diperoleh. Bahkan di kios maupun pengecer sudah tak ada persediaan pupuk.
Sanusi (50) petani asal Compreng mengatakan saat ini dirinya membutuhkan pupuk karena usia tanaman padi miliknya sudah memasuki fase pemupukan. Namun pupuk susah di pasaran, sehingga pemupukan menjadi terlambat belum bisa dilaksanakan.
"Pupuk urea di sini sudah seminggu lalu kosong. Tak ada stoknya di kios atau pengecer di daerah kami. Jadi kami bersama petani lain menjadi kelabakan. Kami sudah mencari ke daerah lain, seperti Pusakanagara, ternyata di sana juga tak ada," ujarnya.
Dia menyebut kondisi sama juga dialami petani daerah lain, seperti di Kecamatan Binong dan Kecamatan Pusakanagara. Kondisi itu membuat khawatir, jika tak segera ditangani dan tanaman padi terlambat pemupukannya, produktivitas tanaman padi mereka pada musim panen nanti bisa turun drastis.
"Kalau padi telat dipupuk, hasil panen kami bisa jelek, bahkan bisa saja menurun. Kami berharap pemkab bisa secepatnya mengatasi kelangkaan itu," katanya.
Mahal
Harga pupuk mahal bisa menembus Rp 320 ribu per kuintal. Padahal setahunya HET cuma Rp 185 ribu per kuintal. Harganya terlalu mahal, sehingga keberatan bagi para petani.
Lonjakan harga pupuk itu dipicu kelangkaan stok di pasaran dan kondisinya sudah tak terkendali dan di luar batas harga kewajaran. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemkab dan DPRD Subang segera turun tangan mengatasi kendala yang dihadapi petani.
"Harga pupuk Rp 320 ribu per kuintal ini sudah keterlaluan, biasanya meski harganya di atas HET, tapi tak mahal seperti itu. Berat bagi kami bila harganya mahal, apalagi biaya operasional juga mahal sehingga sering tidak sebanding dengan hasil panen yang didapat," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi C DPRD Kab. Subang, Suraden, menyatakan akan membahas persoalan kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk. Kemudian nantinya dilanjutkan dengan mengundang instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Perdagangan, Bagian Perekonomian, dan lainnya untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.
"Kami minta dinas atau instansi berwenang segera lakukan sidak untuk mengendalikannya. Kami berharap kondisi ini jangan sampai berlarut atau terulang supaya petani enggak jadi korban," katanya.
Berdasarkan informasi, kesulitan yang dialami petani terjadi sejak seminggu terakhir. Misalnya pupuk urea yang biasanya banyak, kini sulit diperoleh. Bahkan di kios maupun pengecer sudah tak ada persediaan pupuk.
Sanusi (50) petani asal Compreng mengatakan saat ini dirinya membutuhkan pupuk karena usia tanaman padi miliknya sudah memasuki fase pemupukan. Namun pupuk susah di pasaran, sehingga pemupukan menjadi terlambat belum bisa dilaksanakan.
"Pupuk urea di sini sudah seminggu lalu kosong. Tak ada stoknya di kios atau pengecer di daerah kami. Jadi kami bersama petani lain menjadi kelabakan. Kami sudah mencari ke daerah lain, seperti Pusakanagara, ternyata di sana juga tak ada," ujarnya.
Dia menyebut kondisi sama juga dialami petani daerah lain, seperti di Kecamatan Binong dan Kecamatan Pusakanagara. Kondisi itu membuat khawatir, jika tak segera ditangani dan tanaman padi terlambat pemupukannya, produktivitas tanaman padi mereka pada musim panen nanti bisa turun drastis.
"Kalau padi telat dipupuk, hasil panen kami bisa jelek, bahkan bisa saja menurun. Kami berharap pemkab bisa secepatnya mengatasi kelangkaan itu," katanya.
Mahal
Harga pupuk mahal bisa menembus Rp 320 ribu per kuintal. Padahal setahunya HET cuma Rp 185 ribu per kuintal. Harganya terlalu mahal, sehingga keberatan bagi para petani.
Lonjakan harga pupuk itu dipicu kelangkaan stok di pasaran dan kondisinya sudah tak terkendali dan di luar batas harga kewajaran. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemkab dan DPRD Subang segera turun tangan mengatasi kendala yang dihadapi petani.
"Harga pupuk Rp 320 ribu per kuintal ini sudah keterlaluan, biasanya meski harganya di atas HET, tapi tak mahal seperti itu. Berat bagi kami bila harganya mahal, apalagi biaya operasional juga mahal sehingga sering tidak sebanding dengan hasil panen yang didapat," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi C DPRD Kab. Subang, Suraden, menyatakan akan membahas persoalan kelangkaan dan melonjaknya harga pupuk. Kemudian nantinya dilanjutkan dengan mengundang instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Perdagangan, Bagian Perekonomian, dan lainnya untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.
"Kami minta dinas atau instansi berwenang segera lakukan sidak untuk mengendalikannya. Kami berharap kondisi ini jangan sampai berlarut atau terulang supaya petani enggak jadi korban," katanya.
(PRLM)**
Sumber Berita