25 Oktober 2014
Menjelang pergantian tahun baru Islam 1 Muharram 1436 H, masyarakat kampung adat Nagara Banceuy, Desa Sanca, Kecamatan Ciater menggelar hajat lembur ruwatan bumi. Tahun ini ruwatan bumi diadakan pada 22 dan 23 Oktober 2014 yang lalu.
Hari pertama ruwatan bumi diisi dengan berbagai persiapan ritual seperti penyembelihan kerbau, pemasangan sawen (janur kuning), pembuatan pintu hek dan berbagai persiapan lainnya. Pada malam harinya digelar berbagai penampilan kesenian buhun seperti gembyung dan tarawangsa. (baca juga : Kampung Adat Banceuy, Gelar Ruwatan Bumi)
Menurut Odang, pemuda kampung yang juga panitia, mengungkapkan, acara ini digelar rutin setiap tahun sebagai ungkapan syukur kepada yang maha kuasa sekaligus menyambut tahun baru Islam.
“Acara ini digelar 2 hari 2 malam pada selasa dan rabu terakhir menjelang 1 Muharam, selain dilakukan ritual adat setiap malam ada pertunjukan kesenian tradisional seperti gembyung tarawangsa dan wayang golek,” kata Odang kepada kotasubang.com (23/10/2014) lalu.
Pemangku adat Banceuy, Abah Karman juga mengatakan selain sebagai ungkapan syukur warga adat Banceuy, acara ini juga sekaligus penolak bala bagi masyarakat Banceuy ke depan. (baca juga : Ritual Ruwatan Bumi di Banceuy)
“Dalam rangkaian acara ini diisi dengan ziarah ke makam-makam leluhur adat, yang dahulu membuka kampung ini,” ungkap Karman.
Acara inti ruwatan bumi adalah helaran ngarak panganten Dewi Sri mengelilingi kampung dan singgah di makam-makam leluhur kampung. Simbol Dewi Sri dibuat menggunakan ikatan padi yang dipakaikan baju layaknya sepasang pengantin. Selain Simbol Dewi Sri dalam helaran juga turut diarak saung sangar, berupa empat ikatan padi yang diusung. Turut pula penabuh gembyung, kuda kosong (kuda yang tidak ditunggangi) dan beberapa dongdang (usungan bambu yang dihias hasil bumi). Upacara adat ini selalu digelar oleh masyarakat Banceuy sejak lebih dari 100 tahun yang lalu.
[kotasubang]