Jumat, 17 Oktober 2014 10:00
Pernah Dijadikan Pelabuhan di Zaman Belanda
SUBANG-Tokoh masyarakat pesisir Desa Pangarengan mengusulkan pantai Pangarengan menjadi lokasi pengganti pembangunan pelabuhan Cilamaya. Di lokasi tersebut dijamin aman dan cukup strategis. Apalagi Pertamina menolak pelabuhan dibangun di Cilamaya karena bakal mengganggu pipa bawah laut.Tok...oh masyarakat Desa Pangerangan Sutawijaya saat dijumpai di rumahnya mengatakan, jika pembangunan pelabuhan yang semula di Cilamaya berpindah ke Desa Pangarengan merupakan hal yang positif. Apalagi menurut Suta, sesuai dengan bukti-bukti sejarah di Desa Pangarengan, pada masa pendudukan Belanda sekitar tahun 1920-an, pantai Pangarengan sempat dijadikan pelabuhan oleh Belanda untuk mengangkut hasil bumi.Balai Desa Pangarengan dulunya pernah dijadikan transit barang-barang hasil bumi seperti rempah-rempah, teh, kina, kayu jati, padi, karet, tebu, yang merupakan hasil bumi dari Subang, Karawang, Purwakarta dan Indramayu yang kemudian diangkut ke Batavia.“Jadi saat itu Belanda sudah berpikir mencari lokasi yang strategis untuk dijadikan pelabuhan dengan muara sungai yang besar, setelah disurvey maka Desa Pangarengan tempat bermuaranya sungai Cipunagara sangat cocok dijadikan Pelabuhan. Kemudian Belanda menyiapkan tiga perahu Blander berukuran 30m x 7m dengan kapasitas 100 ton sebagai angkutan barang menuju perahu besar di tengah laut dekat Muara Sungai Cipunaraga,” ujarnya. Sejarah itu tercatat dalam buku sejarah dan diceritakan orang tua dulu di Desa Pangarengan.Sejarah itu pun ditulis bagian dari sejarah Desa Pangarengan. Sejarah itu ia gali sejak tahun 60-an. Bahkan menurutnya, ada dua orang putra putri Pangarengan yang dipekerjakan oleh Belanda di Pelabuhan ini. Seorang wanita bernama Usni dan Rustiman yang fasih berbahasa Belanda. Saat itu bertugas sebagai penerima telepon di Pos Pelabuhan dan di Pos laut dekat Muara Sungai Cipunagara. “Tetapi kemudian saat pergerakan kemerdekaan, kedua orang ini sempat dijadikan informan oleh Bangsa kita, untuk mencari informasi keberadaan Belanda pada tahun 1940-an,” tuturnya.Kemudian pada tahun 1942 saat Jepang akan menduduki Indonesia, Belanda kepanikan, kemudian untuk mengecoh dan mencegah Jepang mendarat/berlabuh di pelabuhan Pangarengan itu, Belanda menenggelamkan tiga perahu blandernya di tiga titik di Sungai Cipunagara yaitu antara Kampung Pancer Kulon dan Pancer Wetan. Tetapi ternyata Jepang mendarat di Sumur Sereh Eretan Indramayu.“Jadi di Desa pangareangan ini banyak fakta dan bukti sejarah saat zaman Belanda sudah dijadikan pelabuhan,” terangnya.Fakta dan bukti saat perang Jepang dan Belanda lainnya adalah nama sungai Pancer Mati yang artinya banyak mayat yang mati di Sungai itu, Sungai Bom yang berarti adanya pesawat perang Jepang yang jatuh dan meledak di sungai itu, kemudian adanya nama Teluk Sinyonya di mana saat itu ditemukan mayat nyonya Belanda yang mengambang di teluk itu.“Ya makanya saya kira sangat tepat kalau rencana pemindahan pelabuhan ke Pangarengan ini, karena memang Belanda pun pernah membuat pelabuhan itu di sini,” ujarnya.Selain itu, dirinya bersama pengurus Koperasi Mina Fajar Sidik Balanakan H Dirman dan H Rosidi Muara Ciasem, pernah diundang oleh Bupati H Rohimat dan Wakil Ketua DPRD H Mansur kala itu, untuk membicarakan peningkatan PAD di Subang. “Pernah saya usulkan untuk membangun pelabuhan skala internasional di Subang,” ucapnya.Terpisah, Wakil Bupati Hj Imas Aryumningsih mendukung jika rencana pembangunan di Cilamaya dipindahkan ke Pangarengan. Namun kata dia, perlu dilakukan kajian terlebih dahulu. “Alhamdulilah kami tentu mendukung jika nanti pelabuhan dipindah ke Subang, ke Pantura. Akan meningkatkan PAD dan masyarakat bisa lebih sejahtera,” ujarnya.(dan/man)
[pasundanexpres]